KAMPUNG
MAJAPAHIT ‘ TROWULAN DAN KAMPUNG
NAGA ‘ TASIKMALAYA, JAWA BARAt
Kisah kejayaan kerajaan Majapahit masih menjadi perbincangan hingga kini. Jejak kebesarannya
terus diteliti oleh arkeolog, ilmuwan, hingga paranormal. Kerajaan yang pernah tumbuh besar pada tahun 1293 M hingga ambruk pada sekitar tahun1500 M ini menyisakan banyak jejak sejarah. Jejak-jejak itu dicoba untuk dikembalikan dengan dibangunnya puing-puing sisa kerajaan di sebuah desa di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Desa Bejijong, di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Desa
tersebut memang dipenuhi sisa bangunan, tembok kuno, batu-batuan kuno, hingga
tata letak bangunan-bangunan yang menunjukkan usia yang sudah sangat tua. Tak
heran jika Desa Bejijong dikenal sebagai Kampung Majapahit.
Untuk
menuju Desa Bejijong tidaklah sulit karena posisi desa berada persis di pinggir
jalan utama yang menghubungkan Jombang-Mojokerto. Melewati gapura Kampung
Majapahit pemandangan memang sudah berbeda dibanding dengan desa-desa tetangga.
Sebuah rumah bergaya kuno berdiri kokoh.
Bentuk bangunan rumah menyerupai pendopo, sedikit terbuka dengan
empat tiang kayu penyangga. Lantai terbuat dari batu sungai yang ditutup dengan
batu berwarna merah marun. Atap rumah berbentuk limas segitiga yang memanjang.
Kemudian pintu masuknya terdiri dari dua daun pintu kembar yang terbuat dari
kayu dengan ukuran lumayan besar. Di kiri dan kanan pintu terdapat dua buah
jendela yang juga terbuat dari kayu.
Setelah
menengok kamnpung majapahit yang indah arsitekturnya sehingga saat kita
menginjakkan kaki di situs trowulan seolah kita merasakan bahwa kita
mengijakkan kaki di jaman kerajaan majapahit tempo dulu ,
Tak di
trowulan saja di tasik malya jawa barat pun ada yang nama kampungnya , KAMPUNG
NAGA yang mungkin lebih tradisioal dan
lebih mejaga kebudayaan baca tentang kampug naga di bawaqh ini yang gk kalah
menaarik dan juga obyek antropologi dalam hal
adat sunda.
Kampung Naga
Kampung Naga terletak
di Tasikmalaya, Jawa Barat, merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh
sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan
leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi
objek kajian antropologi mengenai
kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan dari pengaruh Hindu
menuju pengaruh Islam di Jawa Barat.
Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang
masih lestari. Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka.
Mereka menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak
kelestarian kampung tersebu. Tak ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa
pendiri serta apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung dengan budaya yang
masih kuat ini. Warga kampung Naga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan
istilah "Pareum Obor" dalam
bahasa Indonesia, yaitu mati, gelap. Dan obor itu sendiri berarti penerangan,
cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara singkat yaitu, Matinya penerangan. Hal
ini berkaitan dengan sejarah kampung naga itu sendiri. Mereka tidak mengetahui
asal usul kampungnya.
Pada saat itu, DI/TII menginginkan terciptanya
negara Islam di Indonesia. Kampung Naga yang saat itu lebih mendukung Soekarno
dan kurang simpatik dengan niat Organisasi tersebut. Oleh karena itu, DI/TII
yang tidak mendapatkan simpati warga Kampung Naga membumihanguskan perkampungan
tersebut pada tahun 1956.
Adapun beberapa versi sejarah yang diceritakan
oleh beberapa sumber diantaranya, pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah
atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk
menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah
Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga
disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk
harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia
harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga. Namun masyarakat
kampung Naga sendiri tidak meyakini kebenaran versi sejarah tersebut, sebab
karena adanya "pareumeun obor" tadi.
Kampung ini secara administratif berada di
wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Ja yang
menghubungkan kota Garut dengan
kota Tasikmalaya. Kampung ini
berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung
Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam
leluhur masyarakat Kampung Naga. jawa Barat. dan di sebelah utara dan timur dibatasi
oleh Ci Wulan (Kali
Wulan) yang sumber airnya berasal dari Gunung
Cikuray di daerah Garut dan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500
meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam
Kampung Naga
.
.
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga,
dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para
leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun
Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang
tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar
adat, tidak menghormati karuhun, hal ini
pasti akan menimbulkan malapetaka.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada
mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig
cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau
sungai terutama bagian sungai yang dalam ("leuwi"). Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang
mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut "kunti
anak" yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan
hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan
melahirkan.
Adapu pantangan atau tabu yaitu pada hari
Selasa, Rabu, dan Sabtu. Masyarakat kampung Naga dilarang membicarakan soal
adat-istiadat dan asal usul kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga sangat
menghormati Eyang Sembah Singaparna yang merupakan cikal bakal masyarakat
Kampung Naga. Sementara itu, di Tasikmalaya ada sebuah tempat yang bernama Singaparna, Masyarakat Kampung Naga menyebutnya nama
tersebut Galunggung, karena kataSingaparna berdekatan
dengan Singaparna nama leluhur masyarakat Kampung Naga..tempat
antara pesawahan dengan selokan, tempat air mulai masuk atau disebut dengan
huluwotan, tempat-tempat lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan hutan,
dan sebagainya, merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan
tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas tertentu tersebut didiami
mahluk-mahluk halus dan dianggap angker atau sanget. Itulah sebabnya di daerah
itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan "sasajen" (sesaji).
Selain itu perhitungan
menentukan hari baik didasarkan pada hari-hari naas yang ada dalam setiap
bulannya, seperti yang tercantum dibawah ini:
1. Muharam
(Muharram) hari Sabtu-Minggu tanggal 11,14
2. Sapar
(Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1,20
3. Maulud
hari (Rabiul Tsani)Sabtu-Minggu tanggal 1,15
4. Silih
Mulud (Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10,14
5. Jumalid
Awal (Jumadil Awwal)hari Senin-Selasa tanggal 10,20
6. Jumalid
Akhir (Jumadil Tsani)hari Senin-Selasa tanggal 10,14
7. Rajab
hari (Rajab) Rabu-Kamis tanggal 12,13
8. Rewah
hari (Sya'ban) Rabu-Kamis tanggal 19,20
9. Puasa/Ramadhan
(Ramadhan)hari Rabu-Kamis tanggal 9,11
10. Syawal
(Syawal) hari Jumat tanggal 10,11
11. Hapit
(Dzulqaidah) hari Jumat tanggal 2,12
12. Rayagung
(Dzulhijjah) hari Jumat tanggal 6,20
Pada hari-hari dan
tanggal-tanggal tersebut tabu menyelenggarakan pesta atau upacara-upacara
perkawinan, atau khitanan. Upacara perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan
dengan hari-hari dilaksanakannya upacara menyepi. Selain perhitungan untuk
menentukan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan seperti upacara perkawinan,
khitanan, mendirikan rumah, dan lain-lain, didasarkan pada hari-hari naas yang
terdapat pada setiap bulannya.
Mochtadin si beted
No comments:
Post a Comment