Kisah Batavia yang Dijuluki "Kota Tahi" oleh Prajurit Mataram
"Pada malam hari
tanggal 21 September, musuh berusaha mendekati Fort Hollandia dengan kekuatan
besar," catat Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon
Coen dalam laporannya kepada Dewan Hindia pada 3 November 1628.
Kemudian
Coen melanjutkan menulis, "Mereka membawa tangga-tangga dan
alat-alat pelantak untuk memanjat kubu atau menghancurkan tembok-tembok. Mereka
dilindungi oleh beberapa orang, yang terus menembaki kubu dengan memakai bedil
laras panjang,"
"Akan
tetapi," tulis Coen, "sebanyak 24 orang kami yang berada di
kubu itu memberikan perlawanan yang gigih, sehingga sepanjang malam itu semua
musuh berhasil dipukul mundur sampai semua mesiu habis."
Arsip
pada masa VOC itu diungkap oleh Adolf Heuken, seorang pastor dan ahli sejarah
Jakarta. Dalam bukunya yang bertajuk Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta,
dia memaparkan arsip semasa dan kutipan
karya sastra Nusantara yang berkait dengan awal mula Jakarta.
Pasukan Sultan
Agung dari Mataram menyerang Batavia sebanyak
dua kali, 1628 dan 1629. Prajurit Mataram bertempur
di bawah komando Tumenggung Bahureksa dan Ki Mandurareja. Tampaknya,
Coen pun sengaja melewatkan adegan paling epik dalam
pertempuran bersejarah itu.
Johan
Neuhof (1618-1672), seorang Jerman, telah menerjemahkan sebuah buku berbahasa
Belanda yang berkisah tentang kocar-kacirnya kubu VOC. Buku itu dia beri
judul Die Gesantschaft der Ost-Indischen Geselschaft in den Vereinigten
Niederlaendern an Tartarischen Cham, terbit pada 1669. Selain berisi kisah,
buku itu juga berisi 36 litografi.
ketika
prajurit Mataram menyerang pertama
kali ke Redoute Hollandia—sebuah bastion dengan bangunan pertahanan
kecil yang berbentuk menara—di Batavia pada th 1628.Prajurit Matarammelancarkan kecamuk serangan hebat di kubu Hollandia pada paruh kedua
September 1628. Di dalam kubu, Sersan
Hans Madelijn bersama 24 serdadunya—yang kabarnya hanya didukung dua
artileri tempur—mencoba bertahan dari serangan pengepung.
Petrus
Johannes Blok dan Philip Christiaan Molhuysen meriwayatkan sosok Madelijn dan
takdir kubu Hollandia dalam Nieuw Nederlandsch Biografisch Woordenboek,
yang terbit pada 1911. Para garnisun KotaBatavia itu dikepung selama sebulan
penuh, sejak Agustus, sehingga komandan Mataram merasa
yakin dapat merebut kubu ini. Pada malam 21 dan 22 September, kedua belah pihak
bertempur habis-habisan. Lantaran sengitnya perlawanan, para garnisun VOC pun
kewalahan hingga mereka kehabisan amunisi.
Madelijn,
pemuda berusia 23 tahun yang asal Jerman, punya sebuah gagasan sinting. Dia
menyelinap ke ruang serdadu kemudian menyuruh anak buahnya untuk membawa
sekeranjang penuh tinja. Dengan segala rasa putus asa, kubu
ini melemparkan tinja mereka ke tubuh-tubuh serdadu Jawa yang meradang dan
merayapi dinding kubu Hollandia. Sekejap, mereka lari tunggang-langgang karena
perkara yang menjijikkan itu. Tampaknya, hasil dari gagasan Madelijn itu cukup
manjur.seytang orang Hollanda de bakkalay samma tay!”— setan orang
Belanda berkelahi sama tahi—demikian pekik prajurit Mataram, yang dikisahkan
ulang oleh Neuhof.
jengkel karena terkena serangan berpeluru jenis baru yang sungguh bau itu. Hari
berikutnya, prajurit Mataram mundur ke kemah
mereka di pedalaman Batavia. Serangan Mataram pun gagal.
Lantaran
lawan memiliki cara bertahan yang tak biasa, prajuritMataram pernah
menjuluki Redoute Hollandia itu sebagai “Kota Tahi”. Kelak, orang Jawa mencatat
ada dua kota di Batavia,
Kota Intan dan Kota
Tahi.
Sersan
Hans Madelijn tentu bangga atas prestasinya. Laporan kemenangan itu sampai juga
ke Gubernur Jenderal di Kastel. Atas keberhasilan mengusir serangan Mataram, Madelijn menjadi
pahlawan pada hari itu.
Kendati
demikian, sebagai seorang serdadu asing, kenaikan pangkatnya tak begitu tinggi.
Ia mendapatkan pangkat barunya sebagai letnan. Namun, pangkat itu juga yang
membawanya berjumpa dengan ajal. Madelijn terbunuh pada usia 34 tahun, ketika sedang
meredam kerusuhan di Amboina pada 1639.
Pada
th 1941, seorang sejarawan Belanda bernama W.L. Olthof telah menerjemahkan
salah satu versi Babad Tanah Jawi. Dia menerjemahkan bundel Punika
Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegi ing Taoen 1647 ke
dalam paparan prosa berbahasa Belanda.
Babad
itu mengisahkan,“Orang Belanda bubuk mesiunya semakin menipis. Kotoran orang
atau tinja dibuat obat mimis. Orang Jawa banyak yang muntah-muntah, sebab kena
tinja...” Di bagian lain juga diceritakan, “Adapun Pangeran
Mandurareja masih tetap mempertahankan perangnya, tetapi tetap tidak dapat
mendekati benteng, karena tidak tahan bau tinja. Pakaian mereka berlumuran
tinja. Para adipati pesisir bala-prajuritnya banyak yang tewas. Sedang yang
hidup tidak tahan mencium bau tinja.
Disebelah ini gambar sketch peta Kota Jacatra tahun 1610 an, masih kosong, hanya ada Masjid, Pasar, alun2disebelah kirisungai Ciliwung. Diujung sungai Ciliwung ada pelabuhan kecil dan dua rumah,Mauritius danNassau.
Garis titik2 sebelah kanan sungai adalahlokasi kota Batavia (belum mulai dibangun).
Disebelah ini gambar sketch peta Kota Jacatra tahun 1610 an, masih kosong, hanya ada Masjid, Pasar, alun2disebelah kirisungai Ciliwung. Diujung sungai Ciliwung ada pelabuhan kecil dan dua rumah,Mauritius danNassau.
Garis titik2 sebelah kanan sungai adalahlokasi kota Batavia (belum mulai dibangun).
Gambar kiri, rencana pengembanganBatavia pada th. 1619, adapemakaman Jawa,projek pembangunan Kasteel dll.
Perhatikan daftar nama A - N.
Pengembangan Batavia th. 1622. Dalam kurun waktu 3 tahun, tampak perbedaannya. perhatikan daftar nama dari A - R (18 item).
Mochtadin si bwrwd
No comments:
Post a Comment