Adipati Raden Patah alias Jin Bun bergelar Senapati Jimbun atau Panembahan Jimbun (lahir:Palembang, 1455; wafat: Demak, 1518) adalah pendiri dan raja Demak pertama
dan memerintah tahun 1500-1518. Menurut kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong Semarang, ia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun tanpa
nama marga di depannya, karena hanya ibunya yang berdarah Tionghoa. Jin Bun
artinya orang kuat. Nama
tersebut identik dengan nama Arabnya "Fatah (Patah)" yang berarti
kemenangan. Pada masa pemerintahannya Masjid Demak didirikan, dan kemudian ia
dimakamkan di sana.
Raden Patah adalah seorang berdarah campuran China
dan Jawa yang lahir di Palembang pada tahun 1455. Ia merupakan pendiri
sekaligus raja pertama kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di
tanah Jawa. Raden Patah dikenal dengan banyak nama dan gelar antara lain Jin
Bun, Pate Rodim, Tan Eng Hwa, dan Aryo Timur. Kisah hidupnya sangat menarik
untuk kita pelajari. Perjuangan, kerja keras, dan sikap toleransinya sangat
baik untuk diteladani, oleh karenanya mari kita simak silsilah, biografi,
hingga makam dan akhir hayat dari pendiri Masjid Agung Demak ini.
Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir Tionghoa adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong (alias Kyai Batong).
Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir Tionghoa adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong (alias Kyai Batong).
Menurut Suma
Oriental karya Tome Pires,
pendiri Demak bernama Pate Rodin, cucu seorang masyarakat kelas rendah di Gresik.
Menurut kronik Tiongkok dari kuil Sam Po Kong,
nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi aliasBrawijaya V)
raja Majapahit (versi Pararaton)
dari selir Tiongkok.
Kemudian selir Tionghoa diberikan kepada seorang berdarah setengah Tionghoa bernama Swan Liong di Palembang.
Swan Liong merupakan putra Yang-wi-si-sa (alias Hyang Purwawisesa atau Brawijaya III)
dari seorang selir Cina. Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San (alias Raden
Kusen). Kronik Cina ini memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455.
Mungkin Raden Patah lahir saat Bhre Kertabhumi belum menjadi raja (memerintah tahun
1474-1478). Menurut Slamet Muljana (2005), Babad Tanah Jawi teledor dalam
mengidentifikasi Brawijaya sebagai ayah Raden Patah sekaligus ayah Arya Damar,
yang lebih tepat isi naskah kronik Cina Sam Po Kong terkesan lebih masuk akal
bahwa ayah Swan Liong (alias Arya Damar) adalah Yang-wi-si-sa alias Brawijaya III,
berbeda dengan ayah Jin Bun (alias Raden Patah) yaitu Kung-ta-bu-mi alias Brawijaya V
Asal Usul
Asal Usul dan Silsilah Raden Patah Raden Patah
merupakan silsilah anak dari Raja Brawijaya dengan selir China bernama Siu Ban
Ci. Raja Brawijaya sendiri merupakan raja terakhir dari kerajaan Majapahit yang
memerintah sejak tahun 1408 hingga 1501. Hubungan antara Raja Brawijaya dengan
selirnya ini membuat Ratu Dwarawati, isteri Brawijaya cemburu. Karena
kecemburuannya itu, Raja dipaksa untuk membuang selir itu agar tidak tetap
tinggal di istana. Meski tengah hamil besar, Siu Ban Ci terpaksa harus angkat
kaki menuju Palembang untuk tinggal di anak Brawijaya yang merupakan bupati
Palembang masa itu, yakni Arya Damar. Setelah melahirkan Raden Patah, Siu Ban
Ci kemudian menikah dengan anak tirinya sendiri yang tak lain adalah Arya
Damar. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang putra bernama Raden Kusen
Menurut Sejarah Banten, Pendiri Demak bernama Cu Cu (Gan
Eng Wan?), putra (atau bawahan) mantan perdana menteri Tiongkok (Haji
Gan Eng Cu?) yang pindah ke Jawa Timur. Cu Cu
mengabdi ke Majapahit dan
berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati Palembang. Berita
ini cukup aneh karena dalamBabad Tanah Jawi, Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah
angkat Raden Patah sendiri. Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi
menantu rajaMajapahit dan
dijadikan bupati Demak bergelar Arya Sumangsang
Perang antara Demak dan Kerajaan Majapahit
Perang antara Demak dan Kerajaan Majapahit
dikisahkan di dalam Babad Jawi. Dalam babad tersebut, diketahui bahwa Sunan
Ampel pernah berpesan pada Raden Patah untuk tidak memberontak ke kerajaan
Majapahit, karena bagaimanapun Raja Brawijaya adalah ayahnya sendiri
–meski berbeda agama. Pesan itu bertahan dan digubris oleh Raden
Patah selama Sunan Ampel hidup. Namun setelah sunan Ampel wafat, pesan itu
terpaksa harus diingkari karena beberapa hal. Secara terpaksa Raden Patah pun
memberontak pada kerajaan Majapahit, dan Raja Brawijaya meningal pada
pemberontakan itu. Semenjak pemberontakan itu, kerajaan Demak semakin
berkembang pesat. Kerajaan tersebut menjadi pusat perkembangan agama islam
dipulau Jawa dan menjadi kerajaan islam pertama di Jawa. Beberapa bangunan
bukti kemajuan kerajaan demak masih dapat kita jumpai saat ini,
contohnya Masjid Agung Demak yang pada 1479 diresmikan oleh Raden Patah Sendiri.
PerjalananHidup Raden Patah
PerjalananHidup Raden Patah
Perjalanan Hidup Raden Patah
Seiring berjalannya waktu, Raden Patah tumbuh dewasa. Di masa itu, ia diminta
menggantikan ayah tirinya menjadi bupati Palembang, namun dengan berbagai
alasan ia menolaknya. Ia memilih kabur dan pergi kembali ke Tanah Jawa. Kepergiannya
itu kemudian disusul oleh adik tirinya setelah beberapa bulan kemudian.Menurut Purwaka
Caruban Nagari, nama asli selir
Tionghoa adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga
ulama bergelar Syaikh Bantong (alias
Kyai Batong).
. Raden
Patah merupakan silsilah anak dari Raja Brawijaya dengan selir China bernama Siu
Ban Ci. Raja Brawijaya sendiri merupakan raja terakhir dari kerajaan Majapahit
yang memerintah sejak tahun 1408 hingga 1501. Hubungan antara Raja Brawijaya
dengan selirnya ini membuat Ratu Dwarawati, isteri Brawijaya cemburu. Karena
kecemburuannya itu, Raja dipaksa untuk membuang selir itu agar tidak tetap
tinggal di istana. Meski tengah hamil besar, Siu Ban Ci terpaksa harus angkat
kaki menuju Palembang untuk tinggal di anak Brawijaya yang merupakan bupati
Palembang masa itu, yakni Arya Damar. Setelah melahirkan Raden Patah, Siu Ban
Ci kemudian menikah dengan anak tirinya sendiri yang tak lain adalah Arya
Damar. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang putra bernama Raden Kusen.
Pendirian Demak
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi Adipati Palembang.
Ia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru
pada Sunan Ampel di Surabaya.
Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit,
sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi
sebuah pesantren.
Makin lama Pesantren
Glagahwangi semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi)
di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat
memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah
untuk memanggil Raden Patah.
Raden Kusen menghadapkan
Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya (diidentifikasi sebagai Brawijaya V)
merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden
Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota
bernama Bintara.
Menurut kronik Tiongkok, Jin Bun
pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat
Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi
Hoo (alias Sunan Ampel),
Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan
kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo (ejaan China untuk Bintoro).
Perjalanan Hidup Raden Patah
Perjalanan Hidup Raden Patah Seiring berjalannya
waktu, Raden Patah tumbuh dewasa. Di masa itu, ia diminta menggantikan ayah
tirinya menjadi bupati Palembang, namun dengan berbagai alasan ia menolaknya.
Ia memilih kabur dan pergi kembali ke Tanah Jawa. Kepergiannya itu kemudian
disusul oleh adik tirinya setelah beberapa bulan kemudian.
Setelah beberapa tahun mengaji, Raden Kusen
kemudian kembali ke kerajaan kakeknya, yakni Brawijaya di Majapahit, sedangkan
Raden Patah malah menuju Jawa Tengah untuk membuka hutan Glagah Wangi dan
menjadikannya sebagai tempat syiar Islam dengan mendirikan pesantren.
Raja Pertama Kerajaan Demak
Seiring berjalan sang waktu, Raden Kusen kini
telah menetap di kerajaan Majapahit dan telah diangkat sebagai adipati.
Bersamaan dengan itu, pesantren yang didirikan Raden Patah pun berkembang
dengan pesat dan maju. Mengingat kemajuan pesantren tersebut, Raja Brawijaya
yang tak lain adalah ayah dari Raden Patah khawatir jika pesantren tersebut
akan digunakan oleh Raden Patah sebagai alat untuk melakukan pemberontakan.
Untuk menghindari hal itu, Raja Brawijaya pun menyuruh cucunya, yang tak lain
adalah adik tiri dari Raden Patah – Raden Kusen, untuk mengundang Raden Patah., sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka
hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.
Makin lama Pesantren
Glagahwangi semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit khawatir
kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat
menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden
Patah.
Raden Kusen menghadapkan
Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya (diidentifikasi
sebagai Brawijaya V) merasa terkesan dan akhirnya mau
mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati,
sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak,
dengan ibu kota bernama Bintara.
tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun
1477 sebagai bawahan Demak.
Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit resah.
Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin
Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo
Sesampainya
di Istana, Raja Brawijaya sangat-sangat kagum dengan sosok Raden Patah yang
sangat sederhana, santun, berwibawa, dan berbudi. Brawijaya pun sangat senang
melihat anak dari selirnya itu memiliki kepribadian kuat. Menyadari hal itu,
Brawijaya pun mengangkat Raden Patah sebagai bupati Glagah Wangi. Tak berselang
lama, Raden Patah pun merubah nama Glagah Wangi menjadi Demak dan menetapkan
ibukotanya di Bintara. Di bawah pimpinan Raden Patah, Demak berkembang sangat
pesat dan menjadi pusat penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
Konflik
Demak dan Majapahit pada Masa Raden Fatah
Perang antara Demak dan Kerajaan Majapahit
dikisahkan di dalam Babad Jawi. Dalam babad tersebut, diketahui bahwa Sunan
Ampel pernah berpesan pada Raden Patah untuk tidak memberontak ke kerajaan
Majapahit, karena bagaimanapun Raja Brawijaya adalah ayahnya sendiri –meski
berbeda agama. Pesan itu bertahan dan digubris oleh Raden Patah selama Sunan
Ampel hidup. Namun setelah sunan Ampel wafat, pesan itu terpaksa harus diingkari
karena beberapa hal. Secara terpaksa Raden Patah pun memberontak pada kerajaan Majapahit, dan
Raja Brawijaya meningal pada pemberontakan itu. Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu
Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun
1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala,
dan Kadiri..
Keturunan Raden Patah
Keturunan Raden Patah Menurut naskah babad Jawa,
Raden Patah mempunya 3 istri yang antara lain: Putri Sunan Ampel yang kemudian
melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana. Kedua anak dari isteri pertama ini
secara berurutan kemudian naik takhta. Raden Surya bergelar Pangeran Sabrang
Lor dan Raden Trenggana bergelar Sultan Trenggana. Seorang putri dari Randu
Sanga yang kemudian melahirkan Raden Kanduruwan yang pada pemerintahan Sultan
Trenggana berjasa dalam menaklukkan Sumenep, Madura. Putri bupati Jipang yang
kemudian melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyowo.
Wafat dan Makam Raden Patah Raden Patah meninggal pada usia 63 tahun karena sakit yang dideritanya. Ia dimakamkan tidak jauh dari masjid Agung Demak dan hingga saat ini makam raden patah tersebut masih tetap terawat dengan baik dan ramai dikunjungi banyak orang.
Wafat dan Makam Raden Patah Raden Patah meninggal pada usia 63 tahun karena sakit yang dideritanya. Ia dimakamkan tidak jauh dari masjid Agung Demak dan hingga saat ini makam raden patah tersebut masih tetap terawat dengan baik dan ramai dikunjungi banyak orang.
Mochtadin si beted
No comments:
Post a Comment