Salah satu hal yang dapat dikembangkan dalam
bidang pariwisata adalah keberagaman budaya. Kawasan situs Trowulan merupakan
salah satu pariwisata budaya yang dapat diunggulkan di Kabupaten Mojokerto,
Jawa Timur. Namun terdapat permasalahan di kawasan situs Trowulan terkait
dengan keterlibatan masyarakat, promosi daya tarik wisata, kerjasama stakeholders dan
aksesibilitas maupun sarana prasarana penunjang pariwisata. Oleh sebab itu,
dibutuhkan strategi yang terkait dengan potensi daya tarik wisata,
aksesibilitas, amenitas, fasilitas pendukung dan kelembagaan pariwisata dalam
mengembangkan destinasi pariwisata kawasan situs Trowulan. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis exploratif. Data dalam penulisan
ini diambil melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil dari penulisan
ini adalah tersusunnya strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan
destinasi pariwisata budaya di kawasan situs Trowulan meliputi
1).
Pengemasan produk daya tarik wisata melalui paket wisata minat khusus.
2). Pengembangan Destination Image.
3). Pengembangan promosi melalui media cetak
maupun elektronik dan mengikuti event-event nasional. 4). Pengembangan
aksesibilitas jalan, transportasi, petunjuk arah.
5). Pengembangan amenitas berupa hotel,homestay, pusat informasi pariwisata dan pusat seni
kerajinan.
6). Penambahan fasilitas pendukung berupa
klinik kesehatan, pos keamanan pariwisata, money changer, ATM.
7). Pembentukan badan pengelola kawasan situs
Trowulan dan
8). Pengembangan SDM di bidang pariwisata.
Trowulan adalah
kawasan kepurbakalaan dari periode klasik sejarah Indonesia yang
berada di KecamatanTrowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Berbagai temuan-temuan yang diangkat di sini
menunjukkan ciri-ciri pemukiman yang cukup maju. Berdasarkan kronik, prasasti, simbol, dan catatan yang ditemukan di sekitar
kawasan tersebut, diduga kuat situs ini berhubungan dengan Kerajaan Majapahit.
Kawasan berdirinya struktur-struktur besar
(candi, makam, petilasan dan kolam) mencakup wilayah sekitar 5 km × 5 km,
dipotong oleh jalan negara yang menghubungkan kota Jombang dan Surabaya. Namun demikian, temuan-temuan yang terpendam diketahui berada di luar
kawasan tersebut dan mencakup kawasan lebih luas, dengan ukuran 11 km × 9 km,
sehingga mencakup pula wilayah timur Kabupaten Jombang.
Asal nama trowulan
Nama "Trowulan" diambil dari nama kecamatan tempat
ditemukannya mayoritas struktur besar yang ada.
Ada dua pendapat mengenai
asal nama ini Pendapat yang pertama, diajukan oleh Henri Maclaine Pont,
adalah dari asal "Setra Wulan". Pendapat lain, disebut dalam Serat Darmagandhul pupuh XX, ada tempat bernama
"Sastrawulan", tempat Brawijaya, raja Majapahit, meminta sebagai
lokasi makamnya.
Kitab perjalanan dari Tiongkok, Yingyai Shenglan, yang ditulis oleh anak buah Kapiten Cheng Ho, Ma Huan, menyebutkan bahwa Man-The-Po-i (Majapahit) merupakan kota yang sangat
besar tempat raja bermukim
Apakah yang dimaksud adalah pemukiman Trowulan tidak ada yang
menyebutkan, namun berbagai temuan memberikan dugaan kuat keterkaitan ini.
Menurut Prapanca dalam
kitab Negarakertagama; keraton Majapahit dikelilingi tembok bata merah yang
tinggi dan tebal. Di dekatnya terdapat pos tempat para punggawa berjaga.
Gerbang utama menuju keraton (kompleks istana) terletak di sisi utara tembok,
berupa gapura agung dengan pintu besar terbuat dari besi berukir. Di depan
gapura utara terdapat bangunan panjang tempat rapat tahunan para pejabat
negara, sebuah pasar, serta sebuah persimpangan jalan yang disucikan.
Masuk ke dalam kompleks melalui gapura utara terdapat lapangan
yang dikelilingi bangunan suci keagamaan. Pada sisi barat lapangan ini terdapat
pendopo yang dikelilingi kanal dan kolam tempat orang mandi. Pada ujung selatan
lapangan ini terdapat jajaran rumah yang dibangun diatas teras-teras berundak,
rumah-rumah ini adalah tempat tinggal para abdi dalem keraton. Sebuah gerbang
lain menuju ke lapangan ketiga yang dipenuhi bangunan dan balairungagung.
Bangunan ini adalah ruang tunggu bagi para tamu yang akan menghadap raja.
Kompleks istana tempat tinggal raja terletak di sisi timur
lapangan ini, berupa beberapa paviliun atau pendopo yang dibangun di atas
landasan bata berukir, dengan tiang kayu besar yang diukir sangat halus dan
atap yang dihiasi ornamen dari tanah liat. Di luar istana terdapat kompleks
tempat tinggal pendeta Shiwa, bhiksu Buddha,
anggota keluarga kerajaan, serta pejabat dan ningrat (bangsawan). Lebih jauh
lagi ke luar, dipisahkan oleh lapangan yang luas, terdapat banyak kompleks
bangunan kerajaan lainnya, termasuk salah satunya kediaman Mahapatih Gajah
Mada. Sampai disini penggambaran Prapanca mengenai ibu kota Majapahit berakhir.
Sebuah catatan dari China abad ke-15 menggambarkan istana
Majapahit sangat bersih dan terawat dengan baik. Disebutkan bahwa istana
dikelilingi tembok bata merah setinggi lebih dari 10 meter serta gapura ganda.
Bangunan yang ada dalam kompleks istana memiliki tiang kayu yang besar setinggi
10-13 meter, dengan lantai kayu yang dilapisi tikar halus tempat orang duduk.
Atap bangunan istana terbuat dari kepingan kayu (sirap), sedangkan atap untuk
rumah rakyat kebanyakan terbuat dari ijuk atau jerami.
Sebuah kitab tentang etiket dan tata cara
istana Majapahit menggambarkan ibu kota sebagai: "Sebuah tempat disitu
kita tidak usah berjalan melalui sawah". Relief candi dari zaman Majapahit tidak
menggambarkan suasana perkotaan, akan tetapi menggambarkan kawasan permukiman yang
dikelilingi tembok. Istilah 'kuwu' dalam Negarakertagama dimaksudkan sebagai
unit permukiman yang dikelilingi tembok, tempat penduduk tinggal dan dipimpin
oleh seorang bangsawan. Pola permukiman seperti ini
merupakan ciri kota pesisir Jawa abad ke-16 menurut keterangan para penjelajah
Eropa. Diperkirakan ibu kota Majapahit tersusun atas kumpulan banyak unit
permukiman seperti ini.
PENEMUAN
Reruntuhan kota kuno di Trowulan ditemukan pada
abad ke-19. Dalam laporan Sir Thomas Stamford Raffles yang
menjabat sebagai gubernur Jawa dari 1811 sampai 1816, disebutkan bahwa:
"Terdapat reruntuhan candi.... tersebar bermil-mil jauhnya di kawasan
ini." Saat itu kawasan ini merupakan hutan jati yang lebat sehingga survei
dan penelitian yang lebih rinci tidak mungkin dilaksanakan. Meskipun demikian,
Raffles, yang sangat berminat pada sejarah dan kebudayaan Jawa, terpesona dengan
apa yang dilihatnya dan menjuluki Trowulan sebagai 'Kebanggaan Pulau Jawa'.
Penggalian di sekitar Trowulan menunjukkan
sebagian dari permukiman kuno yang masih terkubur lumpur sungai dan endapan vulkanik beberapa
meter di bawah tanah akibat meluapnya Kali Brantas dan aktivitas Gunung Kelud. Beberapa situs arkeologi
tersebar di wilayah Kecamatan Trowulan. Beberapa situs tersebut dalam keadaan
rusak, sedangkan beberapa situs lainnya telah dipugar. Kebanyakan bangunan kuno
ini terbuat dari bahan bata merah
Pembuktian bahwa trowulan dulunya masih dalam
wilayah majapait adalah banyaknya petilasan petilsan serta yang lebih
pembuktiaanya adalah dengan adanya candi-candi di wilayah trowulan , diantaranya candi candi
Candi Tikus
Candi Tikus adalah kolam
pemandian ritual (petirtaan). Kolam ini mungkin menjadi temuan arkeologi
paling menarik di Trowulan. Nama 'Candi Tikus' diberikan karena pada saat
ditemukan tahun 1914, situs ini menjadi sarang tikus. Dipugar menjadi kondisi
sekarang ini pada tahun 1985 dan 1989, kompleks pemandian yang terbuat dari
bata merah ini berbentuk cekungan wadah berbentuk bujur sangkar. Di sisi utara
terdapat sebuah tangga menuju dasar kolam. Struktur utama yang menonjol dari
dinding selatan diperkirakan mengambil bentuk gunung legendaris Mahameru. Bangunan yang tidak lagi
lengkap ini berbentuk teras-teras persegi yang dimahkotai menara-menara yang
ditata dalam susunan yang konsentris yang menjadi titik tertinggi bangunan ini.
Gapura Bajang Ratu
Tidak jauh dari Candi Tikus,
di desa Temon berdiri gapura Bajang Ratu, sebuah gapura paduraksa anggun
dari bahan bata merah yang diperkirakan dibangun pada pertengahan abad ke-14 M.
Bentuk bangunan ini ramping menjulang setinggi 16,5 meter yang bagian atapnya
menampilkan ukiran hiasan yang rumit. Bajang ratu dalam bahasa Jawa berarti 'raja
(bangsawan) yang kerdil atau cacat.' Tradisi masyarakat sekitar mengkaitkan
keberadaan gapura ini dengan Raja Jayanegara, raja kedua Majapahit. Berdasarkan
legenda ketika kecil Raja Jayanegara terjatuh di gapura ini dan mengakibatkan
cacat pada tubuhnya. Nama ini mungkin juga berarti "Raja Cilik"
karena Jayanegara naik takhta pada usia yang sangat muda. Sejarahwan
mengkaitkan gapura ini dengan Çrenggapura (Çri Ranggapura) atau Kapopongan di
Antawulan (Trowulan), sebuah tempat suci yang disebutkan dalam Negarakertagama sebagai pedharmaan (tempat suci)
yang dipersembahkan untuk arwah Jayanegara yang wafat pada 1328.
Wringin Lawang terletak
tak jauh ke selatan dari jalan utama di Jatipasar. Dalam bahasa Jawa, "Wringin Lawang"
berarti "Pintu Beringin". Gapura agung ini terbuat dari bahan bata
merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan
dibangun pada abad ke-14. Gerbang ini lazim disebut bergaya atau tipe gerbang terbelah. Gaya arsitektur
seperti ini mungkin muncul pada era Majapahit dan kini banyak ditemukan dalam
arsitektur Bali. Kebanyakan sejarahwan sepakat bahwa gapura ini adalah pintu
masuk menuju kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit. Dugaan mengenai
fungsi asli bangunan ini mengundang banyak spekulasi, salah satu yang paling
populer adalah gerbang ini diduga menjadi pintu masuk ke kediaman Mahapatih GajahMada.
Candi Brahu
Di desa Bejijong terdapat Candi Brahu. Candi
ini merupakan satu-satunya bangunan suci tersisa yang masih cukup utuh dari
kelompok bangunan-bangunan suci yang pernah berdiri di kawasan ini. Menurut
kepercayaan masyarakat setempat, di candi inilah tempat diselenggarakan upacara
kremasi (pembakaran jenazah) karena bagian paling atas candi terlihat bulatan
dan bulatan tersebut di yakini juga sebagai cerong asap dari situlah masarakat
setempat , bahwa candi brahu dulunya tepat pembakaran mayat,empat raja pertama
Majapahit. Meskipun dugaan ini sulit dibuktikan, namun bukti fisik menunjukkan
bangunan ini merupakan bangunan suci peribadatan yang diduga adalah bangunan
suci untuk memuliakan anggota keluarga kerajaan yang telah wafat. Mengenai
siapakah tokoh atau raja Majapahit yang dimuliakan di candi ini masih belum
jelas. Di dekat Candi Brahu terdapat reruntuhan Candi Gentong
adalah sebuah makam bercorak Islam yang
dipercaya masyarakat setempat merupakan makam salah
satu istri atau selir raja Majapahit yang berasal dari Champa.
Menurut tradisi lokal, Putri Cempa (Champa) yang wafat tahun 1448 adalah
seorang muslimah yang menikahi salah seorang raja Majapahit terakhir yang
akhirnya berhasil dibujuknya untuk masuk Islam.
Fungsi asli kolam ini belum diketahui, akan tetapi penelitian
menunjukkan bahwa kolam ini memiliki beberapa fungsi, antar lain sebagai kolam
penampungan untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk kota Majapahit yang
padat, terutama pada saat musim kemarau.
Candi Menak Jingga
Di sudut timur laut kolam Segaran terdapat reruntuhan Candi Menak Jingga. Bangunan
ini kini hanya tersisa reruntuhannya berupa bebatuan yang terpencar dan fondasi
dasar bangunan yang masih terkubur di dalam tanah. Pemugaran candi ini tengah
berlangsung. Keunikan bangunan ini adalah bangunan ini terbuat dari batu
andesit pada lapisan luarnya, sedangkan bagian dalamnya terbuat dari bata
merah. Hal yang paling menarik dari bangunan ini adalah pada bagian atapnya
terdapat ukiran makhluk ajaib yang diidentifikasi sebagai Qilin, makhluk ajaib dalam mitologi China.
Temuan ini mengisyaratkan bahwa terdapat hubungan budaya yang cukup kuat antara
Majapahit dengan Dinasti Ming di China. Tradisi setempat mengkaitkan
reruntuhan ini dengan pendopo (paviliun) Ratu Kencana Wungu, ratu
Majapahit dalam kisah Damarwulan dan Menak Jingga.
Watu Umpak
Di Situs Watu Umpak, terdapat beberapa alas batu tempat mendirikan tiang
kayu. Diperkirakan merupakan bagian dari bangunan kayu. Karena terbuat dari
bahan organik, bangunan kayu telah musnah dan hanya menyisakan alas batu.
Makam Troloyo
Add caption |
Rmah dan industri
Penggalian arkeologi mengungkapkan lantai bata
dan dinding permukiman. Dalam beberapa kasus ditemukan dua atau tiga lapisan
bangunan yang bertumpuk. Permukiman ini dilengkapi dengan sumur dan saluran
air. Ditemukan pula tempat penyimpanan air dan sumur yang dibatasi susunan bata
dan tembikar.
Banyak perhiasan emas yang berasal masa ini telah ditemukan di
Jawa Timur. Meskipun tidak terdapat banyak tambang emas di Jawa, impor emas
dari Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi memungkinkan pengrajin emas untuk
berproduksi dan bekerja di Jawa.
Salah satu desa di Trowulan disebut Kemasan, yang berasal dari
kata mas yang berarti emas. Perhiasan emas
serta peralatan pengrajin emas ditemukan di dekat daerah ini. Mangkuk tembikar
kecil yang mungkin pernah digunakan untuk melumerkan emas, alas tempa perunggu
serta batu rata bundar berkaki tiga yang digunakan sebagai alas untuk menempa
dan mengukir logam. Sejumlah besar tanah liat yang digunakan untuk melumerkan
dan mencetak perunggu juga ditemukan di dusun Pakis. Beberapa perunggu digunakan
untuk mencetak uang gobog,
koin besar yang sering digunakan sebagai azimat. Beberapa
benda logam lain juga ditemukan, diantaranya lampu perunggu berukir, wadah air,
genta, dan benda-benda lain yang mungkin digunakan untuk upacara keagamaan dan
instrumen musik gendang perunggu. Benda serupa yang terbuat dari kayu dan bambu
masih dapat ditemukan di Jawa dan Bali. Banyak juga ditemukan peralatan besi yang
mungkin didatangkan ke Jawa karena Jawa memiliki sedikit tambang bijih besi.
Naskah Nawanatya menyebutkan mengenai pejabat kerajaan
yang bertugas untuk melindungi pasar. 'Delapan ribu keping uang tunai tiap
harinya' diterima pejabat ini. Uang tunai yang dimaksud dalam naskah ini adalah
uang kepeng Cina, yang menjadi
mata uang resmi Majapahit sejak tahun 1300, menggantikan sebagian fungsi mata
uang emas dan perak yang telah
digunakan selama berabad-abad. Uang logam atau koin China ini disukai karena
tersedia dalam nilai kecil atau uang receh, sangat cocok untuk transaksi
sehari-hari di pasar. Temuan ini menggambarkan perubahan ekonomi di Trowulan
yang ditandai dengan munculnya usaha dan pekerjaan yang lebih terspesialisasi,
pembayaran dengan upah, dan perolehan barang kebutuhan sehari-hari dengan cara
jual-beli. Bukti penting persepsi masyarakat Jawa abad ke-14 terhadap uang
tergambarkan dalam wujud celengan babi
dengan lubang di punggungnya untuk memasukkan uang logam.
Hubungan antara figur babi dengan wadah uang sangat jelas. Dalam bahasa
Jawa dan bahasa
Indonesia, kata 'celengan' dapat berarti wadah tepat menyimpan uang
atau menabung. Sedangkan akar katanya sendiri 'celeng' yang berarti babi hutan.
Wadah uang dalam bentuk lain juga ditemukan.
Seni tembikar adalah kegiatan utama masyarakat Majapahit. Kebanyakan perabot tembikar digunakan untuk keperluan rumah tangga, seperti untuk memasak atau wadah penyimpanan, dengan hiasan terbatas pada bentuk garis-garis cat merah. Lampu minyak kelapa dari tembikar juga umum ditemukan. Tembikar terhalus buatannya umumnya berupa wadah seperti gentong, guci, dan kendi dengan dinding yang tipis, bentuk yang indah, serta permukaan halus berkilau warna merah yang didapat dengan cara pengampelasan baik sebelum atau sesudah pembakaran. Karya tembikar ini dipastikan sebagai hasil karya pengrajin tembikar yang mahir dan profesional. Wadah air adalah produk tembikar urban utama Majapahit dan banyak gentong air bulat ditemukan. Ada pula wadah air berbentuk kotak yang dihiasi motif pemandangan bawah air dan pemandangan lainnya.
Patung tembikar dari tanah liat diproduksi dalam jumlah besar dan menggambarkan banyak hal, mulai dari figur dewa, manusia, hewan, miniatur bangunan, dan pemandangan. Fungsi pastinya belum diketahui, mungkin memiliki banyak fungsi. Beberapa figur tanah liat mungkin merupakan bagian dari kuil kecil tempat persembahyangan di masing-masing rumah penduduk seperti yang kini ada di Bali. Contoh dari barang tembikar dalam bentuk miniatur bangunan dan hewan juga ditemukan di dekat bangunan suci di Gunung Penanggungan. Beberapa figur lainnya merupakan penggambaran yang jenaka atas orang-orang asing dan pendatang di Majapahit, mungkin secara sederhana juga digunakan sebagai mainan anak-anak.
No comments:
Post a Comment